UPDATEINDONESIA.COM- Pemerintah terus berupaya mendorong peningkatan investasi industri manufaktur. Sektor itu dinilai berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, diperlukan instrumen kebijakan yang dapat menarik atau menggairahkan penanaman modal di Indonesia.
“Kementerian Perindustrian sedang fokus menggenjot investasi di lima sektor yang menjadi prioritas dalam Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika. Namun, sektor lain juga dipacu seperti industri pulp dan kertas serta baja,” Demikian keterangan resmi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Airlangga menegaskan bahwa pemerintah telah berkomitmen menciptakan iklim investasi yang kondusif. Diantaranya melalui pemberian insentif fiskal, penerapan online single submission (OSS), dan kemudahan perizinan usaha.
Tak hanya itu penurunan suku bunga acuan, perbaikan sistem logistik, dan penyederhanaan prosedur ekspor juga dianggap perlu. Karenanya menjaga ketersediaan bahan baku serta pasokan energi dengan harga yang kompetitif, seperti gas dan listrik untuk industri sangat mendukung keberlangsungan aktivitas industrialisasi.
Hilirisasi industri didorong guna memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian nasional, sekaligus untuk memperkuat dan memperdalam struktur manufaktur di Tanah Air. “Makanya, diperlukan investasi baru ataupun ekspansi dari industri eksisting untuk melengkapi rantai nilai di industri manufaktur nasional,” tuturnya.
Dari catatan Kementerian Perindustrian, realisasi total nilai investasi di sektor industri manufaktur sepanjang tahun 2018 mencapai Rp222,3 triliun. Adapun sektor yang menjadi penopang utamanya yakni, industri logam, mesin dan elektronik, dan industri instrumen kedokteran, presisi, optik dan jam dengan nilai sebesar Rp60,12 triliun.
Kemudian, disusul industri makanan dengan nilai investasi mencapai Rp 56,60 triliun, industri kimia dan farmasi Rp39,31 triliun, industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain Rp14,85 triliun, industri kertas dan percetakan Rp11,84 triliun, serta industri mineral logam Rp10,63 triliun.
Selanjutnya, investasi industri karet dan plastik sebesar Rp9,40 triliun, industri tekstil Rp7,68 triliun, industri kayu Rp5,23 triliun, industri barang dari kulit dan alas kaki Rp3,54 triliun, serta industri lainnya Rp3,04 triliun.
“Jadi, sebetulnya untuk total PMA tambah PMDN itu tetap naik 4 persen, dengan seiring adanya investasi yang tumbuh di beberapa sektor. Contohnya, industri logam dan kimia,” ungkap Menperin.
Tahun ini, pemerintah serius mendongkrak nilai investasi di sektor industri kimia dan farmasi yang diproyeksikan tumbuh dan berkembang. Alasannya industri kimia farmasi didorong karena terdapat program BPJS sebanyak 217 juta penerima manfaat. Tentu health service menjadi tinggi, sehingga industri farmasi plus alat-alat kesehatan juga akan banyak dibutuhkan
“Apalagi, Kemenperin sudah reorganisasi, yang saat ini ada dirjen yang menangani industri kimia, tekstil dan aneka,” imbuhnya.
Tahun ini sambung Airlangga, setidaknya sudah dua perusahaan skala global di sektor otomotif yang ingin berinvestasi di Indonesia. Masuknya dua perusahaan ini tentu meningkatkan kapasitas industri otomotif sesuai target, yakni 2 juta unit per tahun.
“Dua perusahaan dari Eropa dan Asia itu bakal berinvestasi sebesar USD 900 juta atau setara Rp 12,6 triliun. Mereka akan mendirikan pabrik yang produksinya disalurkan sebanyak 50 persen untuk pasar ekspor dan 50 ekspor. Sisanya untuk pasar domestik," ungkapnya.
Rencananya dua investor tersebut akan fokus dalam pengembangan mobil listrik di dalam negeri. “Dua investor itu komitmen bangun industri kendaraan listrik dengan target produksi di tahun 2022. Tentu ini dapat mendukung target kita di tahun 2025 nanti bahwa 20 persen adalah kendaraan listrik,” paparnya. (*)