Jelang Pilgub Kaltim, Bawaslu Bontang Ajak Masyarakat Tolak Polistisasi Uang Dan SARA

UPDATEINDONESIA.COM – Suasana Ballroom Hotel Bintang Sintuk Bontang terasa berbeda pada Rabu (14/2) pagi. Di tempat itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bontang bersama KPU, unsur Forkopimda, serta para tim sukses dari masing-masing pasangan calon (paslon) mendeklarasikan komitmen bersama: menolak politik uang dan politisasi SARA menjelang Pemilihan Gubernur Kalimantan Timur.

Ketua Bawaslu Bontang, Agus Susanto, menyampaikan bahwa deklarasi ini merupakan bentuk nyata pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, khususnya Pasal 73 ayat 1 dan Pasal 69 huruf b yang melarang segala bentuk upaya mempengaruhi pemilih dengan imbalan materi maupun uang.

“Tidak hanya itu, aturan juga melarang penyebaran kebencian yang menyasar individu, agama, suku, ras, golongan, maupun partai politik tertentu,” tegas Agus.

Larangan serupa, lanjut Agus, juga tertuang dalam PKPU Nomor 4 Tahun 2017 dan Instruksi Bawaslu Nomor 46/Bawaslu/Prov/II.2018. Semua regulasi ini, katanya, dirancang untuk memastikan pemilu berlangsung jujur, adil, dan bermartabat.

Wakil Wali Kota Bontang, Basri Rase, yang turut hadir dalam deklarasi tersebut, menekankan pentingnya komitmen bersama untuk menjaga integritas pemilu. Menurutnya, politik transaksional dan politisasi isu SARA adalah penghalang utama bagi terwujudnya demokrasi yang sehat.

“Praktik curang seperti ini tidak hanya mencederai demokrasi, tapi juga bisa melahirkan korupsi dalam pemerintahan daerah. Sedangkan politisasi SARA dapat memecah belah persaudaraan kita sebagai bangsa,” tegas Basri.

Basri juga mengungkapkan data dari Bawaslu RI yang menunjukkan bahwa sejumlah daerah di Indonesia tergolong rawan politik uang, di antaranya Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, NTB, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.

Sementara itu, daerah yang rentan terhadap politisasi SARA antara lain Sumatra Utara, Sumatra Selatan, NTB, Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Kalimantan Timur.

“Kaltim termasuk dalam daftar daerah rawan. Ini menjadi alarm bagi kita semua untuk meningkatkan pengawasan dan mencegah segala bentuk pelanggaran, termasuk intimidasi, ujaran kebencian, kekerasan, ataupun tindakan lain yang bisa merusak proses demokrasi,” pungkasnya.